AYOINDONESIA.COM-- Ekonom meyakini sumbangan minyak kelapa Sawit Indonesia dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati global masih dominan dan belum tergantikan. Meski di tahun depan terdapat ekpektasi penurunan atau normalisasi harga komoditas tersebut.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan, saat ini produktivitas sawit sebagai minyak nabati belum bisa digantikan oleh minyak nabati dari jenis tanaman lain. Kondisi ini pun diyakini masih belum akan berubah pada tahun depan.
“(Di 2023), minyak sawit masih akan mendominasi (dibanding minyak nabati lain),” jelasnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/11).
Dewan Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) mencatat, produksi minyak sawit (CPO) pada periode 2022/23 sebanyak 79,16 juta metrik ton. Indonesia berkontribusi sekitar 58% atau setara 46,5 juta metrik ton ke total pasokan minyak sawit dunia.
Baca Juga: Industri Sawit Nasional Punya Peluang Besar Serap Tenaga Kerja
Total produksi sawit tersebut lebih banyak dibandingkan pasokan minyak nabati utama lainnya, seperti dari biji bunga matahari (20,14 juta metrik ton); rapeseed (31,53 juta metrik ton); dan kedelai (61,9 juta metrik ton).
Secara keseluruhan, Departemen Pertanian AS (USDA) memprediksi, produksi global minyak nabati pada 2022/23 akan berjumlah 219,8 juta ton. Jumlah ini meningkat 8,3 juta ton dibandingkan tahun panen sebelumnya. USDA berharap, produksi ini dapat menutupi permintaan yang diperkirakan mencapai 213,6 juta ton pada tahun panen saat ini.
Kendati, diakuinya, harga CPO di 2023 tidak akan setinggi tahun ini karena momen puncak kenaikan harga komoditas sudah melandai. Reuters mencatat, hingga 17 November 2022, harga minyak sawit berjangka Malaysia jatuh ke RM3.850/ton atau -22,97% (yoy).
Jaga Stabilitas Sawit Nasional
Hal sama disuarakan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Falianty. Dia menilai, dengan separuh lebih pasokan minyak sawit dunia bergantung pada Indonesia, dunia juga ikut terdampak jika terdapat guncangan pada industri kelapa Sawit Indonesia.
Karena itu, Telisa mengingatkan, proses hukum terkait industri kelapa sawit dengan jumlah banyak dapat berpotensi mengganggu atau memberikan guncangan terhadap industri kelapa sawit, meski itu bersifat temporer. Sebab kasus hukum bisa berdampak pada perubahan regulasi sementara yang mendadak.
“Contohnya regulasi larangan ekspor CPO dan turunannya pada 28 April 2022, menyebabkan berbagai dampak seperti turunnya harga CPO dunia, kekurangan supply CPO global, dan kelebihan supply CPO domestik,” kata Telisa kepada wartawan, di kesempatan terpisah.
Bagi Indonesia sendiri, industri sawit memiliki peran penting. Sejauh ini produksi kelapa sawit berkontribusi sebesar 82% dari total produksi tanaman perkebunan, sehingga share-nya terhadap PDB tanaman perkebunan cukup besar. PDB tanaman perkebunan di Q2-2022 tumbuh 0,27% (yoy).
Industri kelapa sawit juga melibatkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada 2021 saja, menurut BPS terdapat 2.892 perusahaan perkebunan besar kelapa sawit. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan perkebunan lainnya, termasuk perusahaan perkebunan karet yang mencapai 324 perusahaan.
Artikel Terkait
Strategi Komunikasi Dukung Kinerja Bisnis Bank BTN
Dikabarkan Naik hingga 25 Persen, Berikut Perkiraan UMR di Seluruh Indonesia Tahun 2023 Nanti
Rincian Tunjangan Kinerja PNS Pajak, Ada yang Bisa dapat Sampai 100 juta
Pekerjaan Yang Masih Dibutuhkan Saat Resesi Melanda, Pastikan Pekerjaanmu Ada di Daftar Ini!
Teknologi SCR Di PLTU Jawa 9 dan 10 Jadi Acuan Penurunan Emisi Pembangkit
bank bjb syariah Terus Mudahkan Layanan Haji dan Umrah, Buka Kantor Fungsional di Kemenag Bekasi
Staf khusus Menteri Negara BUMN Beberkan Tiga Fakta Menarik Rights Issue BBTN
Bank BTN Gelar IPEX 2022, Bidik KPR Baru Rp1,5 Triliun
Beli Rumah Lebih Murah 20-30% Dari Harga Pasar? Bisa Banget, Begini Caranya!
bank bjb Dukung Penyelenggaraan Jabar International Marathon 2022