Hukum Berkurban dari Hewan Kurban Terjangkit PMK, Ada Mazhab Sarankan Kambing

- Jumat, 24 Juni 2022 | 16:51 WIB
Hukum Berkurban dari Hewan Kurban Terjangkit PMK. (Ilustrasi Ayoindonesia.com/Irfan Al-Faritsi)
Hukum Berkurban dari Hewan Kurban Terjangkit PMK. (Ilustrasi Ayoindonesia.com/Irfan Al-Faritsi)

AYOINDONESIA.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menertbitkan fatwa terkait ibadah berkurban pada masa wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada 31 Mei 2022 lalu. 

Fatwa tersebut menjadi tuntunan bagi muslim yang hendak berkurban, namun khawatir dengan adanya wabah PMK yang kini telah memasuki Indonesia.

Menyadur fatwa bernomor 32 tahun 2022 tersebut, MUI pertama menjelaskan tentang hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit, atau terjangkit penyakit, sebagai berikut: 

a. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah.

b. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewat buta yang jelas, pincang yang jelas, sangat kurus maka hewat tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah.

Baca Juga: Badal Haji Disiapkan, Begini Syaratnya

Kemudian MUI pula menjelaskan tentang hukum berkurban dengan hewan terkena PMK. Adapun isinya sebagai berikut.

a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringa, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinik kategoris berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan atau menyebabkan pincak atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewat kurban.

c. Hewan yang terkena PMK, dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewat ternah tersebut sah dijadikan hewan kurban.

d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah) maka sembelihan hewat tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.

Baca Juga: FIFA Sampaikan Jadwal Kick Off Piala Dunia U-20 di Indonesia

Terkait ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah Muhammad Cholil Nafis menyarankan bahwa hewan kurban bisa diganti oleh kambing karena dianggap relatif lebih aman dari penularan PMK.

"Yang lebih aman dari PMK ya qurban kambing aja. Meskipun hukum asal qurban itu yang lebih banyak dagingnya. Mungkin bisa ikut Mazhab bahwa yg paling utama qurban adalah kambing," katanya, dikutip dari Twitternya @cholilnafis, Jumat, 24 Juni 2022.

Halaman:

Editor: Ananda Muhammad Firdaus

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X