AYOINDONESIA.COM – Eddy D. Iskandar adalah seorang penulis novel pop yang lahir di Ciwidey, Bandung, 11 Mei 1951. Salah satu karya yang paling dikenal dari Eddy D. Iskandar adalah Gita Cinta di SMA.
Ia berasal dari keluarga yang gemar membaca. Sejak kecil, Eddy telah memperoleh buku-buku komik dari ayahnya. Setelah tamat SMA, ia menikah dengan Evi Kusmiati, gadis Sunda, teman sekolahnya.
Ayah Eddy D. Iskandar bernama Iskandar Natapraja pemimpin Perkumpulan Seni Sunda Cekas Sari. Eddy D. Iskandar memiliki enam orang saudara dan hanya ialah satu-satunya yang berkecimpung di dunia sastra. Sedangkan saudara-saudaranya ada yang terjun ke bidang teknik, hukum, dan industri. Bakat seni Eddy D. Iskandar diturunkan dari ayahnya dan kegemaran membaca Eddy diturunkan dari ibunya.
Pendidikannya ditempuh di kota kelahirannya Bandung, mulai dari sekolah rakyat hingga SMA. Setamat SMA (1971), ia melanjutkan pendidikannya ke Akademi Industri Pariwisata (Aktripa) Bandung. Setelah lulus ujian Sarjana Muda di Aktripa, tahun 1975 ia melanjutkan studinya ke Akademi Sinematografi, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (kini bernama Institut Kesenian Jakarta), Jurusan Penyutradaraan dan Penulisan Skenario, dan lulus tahun 1980.
Karir penulisannya dimulai dengan membuat surat cinta. Ketika masih remaja, ia banyak menulis catatan di dalam buku-buku tulisannya. Pada tahun pertama di Akademi Ilmu Pariwisata (1971) ia mulai mempublikasikan karyanya di surat kabar mingguan Mandala.
Baca Juga: Ini Profil Briptu Christy, Ditangkap di Jakarta Setelah Jadi Buron Berbulan-bulan
Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berjudul "Malam Neraka". Meskipun tulisannya banyak ditolak redaktur, ia tidak berputus asa. Ia betul-betul merasa bisa menulis saat memasuki Paguyuban Sastra Sunda (1971) yang diketuai oleh Anton D. Sumartana.
Setelah 5 hingga 6 kali karangannya dimuat dalam surat kabar dan majalah, ia mulai optimistis. Pada pertengahan tahun 1971 cerpennya dimuat di dalam surat kabar Yudha Minggu dan surat kabar Buana Minggu, Jakarta.
Karena berkemauan keras dan ulet, ia berhasil menulis. Tulisan-tulisannya kemudian tersebar di surat kabar mingguan Mandala, harian Pikiran Rakyat, dan harian Gala, serta di majalah Aktuil, Pos Kilat, Forum, Gondewa, Mangle, dan Hanjuang yang semuanya terbit di Bandung. Buku kumpulan cerpennya, antara lain, adalah Kisah dan Hikmah 1 serta Kisah dan Hikmah 2 yang diterbitkan oleh CV Rosda, Bandung, 1987.
Setelah ia pindah ke Jakarta, karangannya banyak dimuat di surat kabar Buana Minggu, Kompas, Yudha Minggu, Suara Karya, Swadesi, Pos Kota, dan majalah Varia, Cinta, Gadis, Top, Zaman, Panji Masyarakat, Famili, dan Horison.
Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berjudul "Malam Neraka". Meskipun tulisannya banyak ditolak redaktur, ia tidak berputus asa. Ia betul-betul merasa bisa menulis saat memasuki Paguyuban Sastra Sunda (1971) yang diketuai oleh Anton D. Sumartana.
Setelah 5 hingga 6 kali karangannya dimuat dalam surat kabar dan majalah, ia mulai optimistis. Pada pertengahan tahun 1971 cerpennya dimuat di dalam surat kabar Yudha Minggu dan surat kabar Buana Minggu, Jakarta.
Karena berkemauan keras dan ulet, ia berhasil menulis. Tulisan-tulisannya kemudian tersebar di surat kabar mingguan Mandala, harian Pikiran Rakyat, dan harian Gala, serta di majalah Aktuil, Pos Kilat, Forum, Gondewa, Mangle, dan Hanjuang yang semuanya terbit di Bandung. Buku kumpulan cerpennya, antara lain, adalah Kisah dan Hikmah 1 serta Kisah dan Hikmah 2 yang diterbitkan oleh CV Rosda, Bandung, 1987.
Setelah ia pindah ke Jakarta, karangannya banyak dimuat di surat kabar Buana Minggu, Kompas, Yudha Minggu, Suara Karya, Swadesi, Pos Kota, dan majalah Varia, Cinta, Gadis, Top, Zaman, Panji Masyarakat, Famili, dan Horison.
Baca Juga: Biografi Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin
Cerpennya antara lain berjudul Maut (1984), Jiwa yang Terguncang (1986), Perjalanan Malam (1974) dan Mimpi Godi (1984), Mencari Awal Menuju Akhir (1975), Suara dalam Diam (1985), Di Hadapan Sesuatu (1985), Lapaaaaaar, Roy dan Tante (1984), Anak yang Didambakan (1984), Buka Pintu Aku Datang (1975), Maling (1985), Pahlawan Malam, dan Mang Engkat (1975).
Selain menulis cerpen, ia juga menulis puisi. Jumlah puisi yang sudah dipublikasikan sekitar 20 judul. Puisi pertamanya dimuat dalam Horison sekitar tahun 1974.
Novel pertamanya yang berjudul "Berlalu dalam Sunyi" dimuat secara bersambung dalam Pos Kilat, Bandung, sedangkan novelnya yang berjudul "Di Balik Bintang Gemerlapan" dimuat dalam majalah Gadis, Jakarta, yang kemudian diterbitkan oleh Gaya Favorit Press (1978).
Novelnya yang lebih kemudian banyak diterbitkan oleh Penerbit Cypress. Di antara novelnya yang paling terkenal dan banyak penggemarnya ialah Cowok Komersil (1977). Novelnya yang lain adalah Selembut Senyuman Duka (1978), Cintaku pada Ratu Levica (1979), Gita Cinta di SMA, Sok Nyentrik, Jelita Brandal, Tengil, dan Gengs. Novelnya kebanyakan bertemakan kehidupan remaja.
Eddy mengagumi karya Toha Mochtar karena bahasanya sangat lembut, sedangkan sastrawan asing yang dikaguminya adalah Leo Tolstoy. Ia juga mengaku bahwa ia hidup dari hasil menulis. Sebagai seorang wartawan, ia juga menulis berita. Selain itu, ia juga menulis kritik dan skenario film.
Beberapa skenario film yang sudah difilmkan, antara lain, adalah Gita Cinta di SMA (1979), Beningnya Hati Seorang Gadis, Bunga Cinta Kasih, Semau Gue (1977), Si Kabayan dan Anak Jin (1991) dan Puspa Indah Taman Hati, yang semuanya film remaja. Selain itu, Gita Cinta di SMA juga disinetronkan.
Sampai tahun 1984 ia telah menulis 50 novel. Sebanyak 13 judul diantaranya sudah difilmkan. Menurut pendapatnya, yang dikutip Ahmadun J. Herfanda, dalam Kedaulatan Rakyat, 13 Agustus 1984, film-film remaja mulai mendapat tempat, bukan saja laris di pasaran, melainkan juga masuk nomine Festival Film Indonesia (FFI), seperti Gita Cinta di SMA, Puspa Indah Taman Hati, Cinta di Balik Noda, dan Yang.
Tentang misi yang diemban film-filmnya, ia menyatakan bahwa film-film remaja juga mempunyai misi kultural-edukatif; hanya takarannya barangkali berbeda dengan film dakwah. Misalnya film Anak Buangan mempunyai misi pendidikan wiraswasta dan film Yang mempunyai misi pendidikan kedewasaan.
Cerpennya antara lain berjudul Maut (1984), Jiwa yang Terguncang (1986), Perjalanan Malam (1974) dan Mimpi Godi (1984), Mencari Awal Menuju Akhir (1975), Suara dalam Diam (1985), Di Hadapan Sesuatu (1985), Lapaaaaaar, Roy dan Tante (1984), Anak yang Didambakan (1984), Buka Pintu Aku Datang (1975), Maling (1985), Pahlawan Malam, dan Mang Engkat (1975).
Selain menulis cerpen, ia juga menulis puisi. Jumlah puisi yang sudah dipublikasikan sekitar 20 judul. Puisi pertamanya dimuat dalam Horison sekitar tahun 1974.
Novel pertamanya yang berjudul "Berlalu dalam Sunyi" dimuat secara bersambung dalam Pos Kilat, Bandung, sedangkan novelnya yang berjudul "Di Balik Bintang Gemerlapan" dimuat dalam majalah Gadis, Jakarta, yang kemudian diterbitkan oleh Gaya Favorit Press (1978).
Novelnya yang lebih kemudian banyak diterbitkan oleh Penerbit Cypress. Di antara novelnya yang paling terkenal dan banyak penggemarnya ialah Cowok Komersil (1977). Novelnya yang lain adalah Selembut Senyuman Duka (1978), Cintaku pada Ratu Levica (1979), Gita Cinta di SMA, Sok Nyentrik, Jelita Brandal, Tengil, dan Gengs. Novelnya kebanyakan bertemakan kehidupan remaja.
Eddy mengagumi karya Toha Mochtar karena bahasanya sangat lembut, sedangkan sastrawan asing yang dikaguminya adalah Leo Tolstoy. Ia juga mengaku bahwa ia hidup dari hasil menulis. Sebagai seorang wartawan, ia juga menulis berita. Selain itu, ia juga menulis kritik dan skenario film.
Beberapa skenario film yang sudah difilmkan, antara lain, adalah Gita Cinta di SMA (1979), Beningnya Hati Seorang Gadis, Bunga Cinta Kasih, Semau Gue (1977), Si Kabayan dan Anak Jin (1991) dan Puspa Indah Taman Hati, yang semuanya film remaja. Selain itu, Gita Cinta di SMA juga disinetronkan.
Sampai tahun 1984 ia telah menulis 50 novel. Sebanyak 13 judul diantaranya sudah difilmkan. Menurut pendapatnya, yang dikutip Ahmadun J. Herfanda, dalam Kedaulatan Rakyat, 13 Agustus 1984, film-film remaja mulai mendapat tempat, bukan saja laris di pasaran, melainkan juga masuk nomine Festival Film Indonesia (FFI), seperti Gita Cinta di SMA, Puspa Indah Taman Hati, Cinta di Balik Noda, dan Yang.
Tentang misi yang diemban film-filmnya, ia menyatakan bahwa film-film remaja juga mempunyai misi kultural-edukatif; hanya takarannya barangkali berbeda dengan film dakwah. Misalnya film Anak Buangan mempunyai misi pendidikan wiraswasta dan film Yang mempunyai misi pendidikan kedewasaan.
Artikel Terkait
Kisah Pilu Mahasiswa Asal Palestina Kuliah di Universitas Lampung
Hujan Lebat di Tangerang Sebabkan Pohon Tumbang Timpa Mobil Hingga Satu Orang Terluka
Prediksi dan Link Live Streaming BRI Liga 1 PSIS vs Barito Putera, Klik Pukul 15.15 WIB
Song Seung heon Bakal Bintangi Serial Netflix Black Knight
Kronologi Konflik di Desa Wadas Versi Polisi dan Warga
Menikmati Pemandangan Gunung Muria Yang Cantik di Kafe Condro Moeria Kudus
Download Film Money Heist Netflix Terbaru 2022, Bukan di LK21 dan IndoXXI
Sejarah Hari Valentine, Kisah Cinta yang Berakhir dengan Hukuman Mati
Polisi Sebut Berita Aparat Kepung Masjid di Wadas Sebagai Hoaks
5 Restoran Romantis dan Terjangkau untuk Rayakan Hari Valentine di Bandung